Susu, adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh Indonesia. Dari
segi manfaat, susu memang banyak menyediakan zat-zat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Mulai dari bayi kucing
hingga bayi manusia sedini mungkin biasanya diberi asupan susu, baik
susu alami dari induknya maupun susu olahan. Tentu Anda ingat benar,
bahkan masih ingat mengenai jargon yang berkaitan dengan pentingnya
mengonsumsi susu, yaitu 4 sehat 5 sempurna, titik.
Dari tahun ke tahun, tingkat konsumsi susu memang semakin meningkat,
khususnya tingkat konsumsi susu di Indonesia. Sampai tahun 2014 pun,
kebutuhan konsumsi susu nasional diperkirakan mencapai 8 juta
liter/hari. Meskipun nilai konsumsi Indonesia yang sebesar itu masih
ketinggalan dibanding tingkat konsumsi susu nasional negara di kawasan
ASEAN.
Menariknya, tingkat konsumsi dalam negeri ini yang meningkat sampai
saat ini pun belum dibarengi dengan ketersediaan bahan baku susu
nasional. Produksi susu saat ini masih sebesar 1,6 juta liter/hari
hingga 1,7 juta liter/hari. Hal tersebut menyebabkan hanya perusahaan
dalam negeri yang bergerak di bidang pengolahan susu terpaksa melakukan
impor besar-besaran untuk memenuhi kekurangan pasokan bahan baku susu
segar. Ini berarti, sekitar 80% kebutuhan susu nasional masih dipenuhi
dengan cara mengimpor susu dari luar negeri, seperti Australia dan
Selandia Baru.
Selain keterbatasan pasokan bahan baku susu dalam negeri, produsen susu
dalam negeri terpaksa mengimpor karena harga susu impor yang lebih
murah daripada harga susu dalam negeri. Mahalnya harga susu lokal
mengindikasikan kurangnya efisiensi dan manajerial pengolahan pada
tingkat peternak sehingga berdampak pada besarnya marjin perdagangan
susu di tingkat produsen pula. Dari segi kuantitas yang selalu kurang
dari target nasional setiap tahunnya, ini menunjukkan perlunya menambah
jumlah populasi ternak pada tingkat peternak. Tentunya, dengan
mempertimbangkan produktivitas ternak nasional seberapa besar dahulu.
Indonesia memang sangat perlu impor, tetapi dengan kebijakan “terlalu”
mengimpor, apa mungkin akan menjamin kesehatan ekonomi Indonesia ke
depan? Jumlah populasi sapi perah nasional memang baru-baru ini
mengalami penyusutan menjadi 350.000 ekor saja (surabaya.bisnis.com,
2014), berbeda dari tahun 2011 berdasarkan hasil Pendataan Sapi Perah,
Sapi Potong, dan Kerbau (PSPK) BPS dan Kementerian pertanian, yakni
sebanyak 597.100 ekor (BPS, 2011). Penyusutan populasi ternak sebagai
peghasil bahan baku susu memang terjadi karena tergerus oleh usaha sapi
potong sehingga, atau peternak beralih dari memelihara sapi perah ke
sapi potong. Walhasil dari segi produksi susu peternak berkurang. http://www.butiktasonline.com/
Lantas, impor susu yang hingga mencapai 80% itu menyehatkan? Di sinilah
perlunya pemerintah menetapkan perundang-undangan baru dalam kebijakan
impor, terkhusus mengenai besar maksimal impor untuk melindungi harga
dan stabilitas ekonomi nasional, serta dalam rangka untuk
meminimalisasi adanya praktik penyelewengan atas kuota impor susu di
tahun mendatang. Kebijakan impor besar pun jika dirasa “terlalu”
sedikit banya bukankah justru berdampak negatif terhadap harga susu
dalam negeri, ini pentingnya proteksi dua arah oleh pemerintah. Jika
harga susu dalam negeri menjadi murah akibat terlalu banyaknya bahan
baku impor yang membanjiri pasokan industri pengolahan susu, maka
peternak selain menjadi malas untuk usaha sapi perah lagi dan
memutuskan untuk usaha sapi potong atau kerbau.
Perlindungan harga di level peternak seyogyanya lebih diutamakan, yakni
dengan program penambahan jumlah kepemilikan sapi perah per peternak.
Meskipun dari segi efisiensi, peternak kita masih kalah jauh
dibandingkan peternak luar negeri. Namun, inilah upaya dini untuk
mengurangi ketergantungan lebih terhadap impor. Tentunya adanya
suntikan dana dalam bentuk subsidi pakan dan lahan hijauan kepada
peternak, maka secara bertahap akan mampu memperbaiki tingkat
ketergantungan impor susu yang berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar